Rabu, 20 Oktober 2010

Puisi

BANGUNAN TUA


Ku berjalan diantara lorong-lorong
Dibangunan tua yang diam membisu
Berabad-abad berdiri tanpa kawan
Memandang angkuh dengan tegapnya



















SENJA DI PANTAI ITU

Malam akan datang,matahari kembali keasalnya
Senja yang indah dipantai itu
Mega merah diatasku
Duduk membisu ku menikmatinya
Terkagum- kagum ciptaan ilahi
Begitu besar ciptaanNya



















KOTA TUA


Aku terasingkan oleh beberapa manusia
Disebuah kota tua disudut kota
Aku tak tahu dimana aku berada
Yang kutahu hanya kota tua yang begitu lama
Aku ingin pulang
Kembali diantara keramaian-keramaian kota
Meninggalkan kota tua

















SEMALAM SEBELUM KAU PERGI

Semalam sebelum dirimu pergi
Kau nikmati segala sakitmu
Semalam sebelum dirimu pergi
Kau hilangkan sedihku dengan pelukmu
Semalam sebelum dirimu pergi
Kau berikan segala yang kau punyai
Jika aku tau kau kan pergi
Aku tak kan tega melukai dirimu
Jika aku tau kau kan peergi
Akan kurawat kau dengan segala kasihku
Tapi kini kau telah pergi meninggalkanku dengan senyumanmu














AKU DAN KERETAKU

Duduk bersandar ku didalam kereta
Terdiam,termangu dan sendiri
Hanya melihat pemandangan luar yang tak pernah berganti
Aku ingin ada kawan
Menemaniku berbicara hingga menuju indahnya Ibu kota
Tapi aku memang sendiri
Sendiri dan sendiri
Tak ada kawan
Hanya aku dan keretaku
















LEWAT JAM 10 MALAM

Kuberjalan lewat dari jam 10 malam
Lurus tanpa ada sebuah belokan
Terlihat begitu banyak wanita tertata rapi bagai barang dagangan
Wangi tubuh telah tercium dari ujung jalan
Merah merona bibir telah mencolok dari kejauhan
Siapa mereka?
Kupu-kupu malamkah?
Kurasa begitu
Karena pesonanya mamapu membius para lelaki itu terlelap dalam malam panjangnya

KAJIAN HERMENEUTIKA PADA SAJAK “SUJUD PANJANG” DALAM KUMPULAN PUISI “ SEMBAHYANG KARANG” KARYA ARINI HADAJATI

A. Analisis makna sajak “ Sujud Panjang”

Sujud Panjang
Sembah sujudku kuingin bak bedug bertalu-talu
Meskipun terpaksa peluk derita
Karena kemiskinan mengoyak menambah kurus dan kerontang nafsuku
Disaat ini, ingin kugapai cintaMu disela-sela kegaluanku

B. Metafora Dalam Sajak “Sujud Panjang”
Judul dalm sajak “Sujud Panjang”,menyiratkan suatu arti tentang keadaan seseorang yang sedang bersujud taubat. Sujud disini diartikan sebagai pertaubatan seseorang yang telah banyak melakukan suatu kesalahan, sedangkan panjang berarti waktu yang cukup lama dalam melakukan taubat tersebut. Dengan demikian setelah memahami sajak secara keseluruhan, judul “Sujud Panjang” menyiratkan arti adanya kesadaran atau pertaubatan “aku-lirik” pada kesalahan yang telah dilakukan. Karena kesalahan yang dilakukan cukup banyak maka memerlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan taubat itu.


1) Sembah sujudku kuingin bak bedug bertalu-talu
Dalam baris pertama diatas mengungkapkan keinginan “aku-lirik” yang ingin benar-benar melakukan taubat. Ingin menyadari kesalahan dan memohon ampun meskipun begitu sulit dan lama.”bak bedug bertalu-talu” diartikan sebagai waktu yang lama.Metafora-pernyataan muncul pada pernyataan”bedug bertalu-talu”. Bedug bertalu-talu, khalayaknya adalah suara bedug yang terus menerus atau lama.Akan tetapi dalam keadaan di dalam sajak, suara bedug yang terus menerus itu di interpresentasikan sebagai waktu yang panjang. Jadi pada baris pertama itu dapat diartikan “aku-lirik” yang ingin melakukan taubat, dengan sungguh-sungguh walaupun butuh waktu yang lama atau panjang.
2) Meskipun terpaksa peluk derita
Dalam baris kedua diatas mengungkapan bahwa taubat itu akan terus dilakukan dengan sungguh-sungguh, walaupun dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Taubat itu akan senantiasa di jalankan walaupun dengan balutan penderitaan hidup yang sangat berat.
Dalam baris kedua ini tidak ada atau tidak ditemui metafora yang begitu signifikan, karena kata”terpaksa peluk derita” itu tetap berarti penuh penderitaan,dilakukan walupun dengan balutan penderitaan.
3) Kaerna kemiskinan mengoyak menambah kurus dan kerontang nafsuku
Dalam baris ketiga diatas merupakan lanjutan arti dari baris kedua. Dimana baris kedua mengartikan bahwa taubat itu akan dijalankan walaupun dengan balutan penderitaan hidup yang sangat berat. Penderitaan yang dimaksud itulah arti baris ketiga yaitu karena kemiskinan,yaitu kemiskinan yang membuat (aku-lirik) hilang atau berkurang nafsu hidup tetapi taubat senantiasa dilakukan.”menambah kurus dan kerontang nafsuku” diartikan sebagai kemiskinan yang semakin membuat (aku-lirik) kehilangan nafsu hidupnya namun ia tetap bertaubat. Metafora pernyataan muncul pada pernyataan “menambah kurus dan kerontang nafsuku”. Menambah kurus dan kerontang nafsuku,kurus itu khalayknya untuk menggambarkan ukuran sebuah tubuh seseorang, sedangkan kerontang itu untuk menggambarkan sungai yang kering. Namun dalam sajak ini diinterpresentasikan bahwa arti dari kurus dan kerontang nafsuku itu adalah kehikanggan nafsu hidup (aku-lirik). Jadi,arti keseluruhan baris ketiga ini mengatakan bahwa taubat itu dilakukan walau dengan balutan penderitaan yaitu karena kemiskinan yang semakin membuat(aku-lirik) kehilangan nafsu hidup.


4) Disaat ini, ingin kugapai cintaMu di sela-sela kegalauanku

Dalam baris keempat diatas mengungkapkan bahwa saat ini (aku-lirik) ingin mendapatkan Ridho Allah SWT dari taubatnya walaupun di kegalauan hatinya.(aku-lirik) ingin benar-benar yakin Allah telah meridhoinya bertaubat,walaupun perasaannya begitu galau antara yakin dan tak yakin taubatnya akan diterima Allah,namun (aku-lirik) optimis akan segala usaha yang dilakukannya. Metafora-pernyataan muncul pada pernyataan “ingin kugapai cintamu”. Kugapai khalayaknya meraih suatu barang yang tinggi,akan tetapi dalam keadaan di dalam sajak kugapai itu di interpresentasikan sebagai rasa ingin memperoleh ridho Allah.”disela-sela kegalauanku”.

C. Simbol Pada Sajak “Sujud Panjang”

Pada sajak “ Sujud Panjang” hampir secara keseluruhan membahas tentang “ pertaubatan seseorang yang telah banyak melakukan kesalahan”. Setelah begitu banyak melakukan kesalahan dimassa lalu,ketika menjadi orang berada ia lupa akan Allah yang selalu memberinya berkah,kini setelah hidup dengan serba keterbatasan ia mulai bertaubat. Memohon ampun dengan bertaubat. Ia ingin pertaubatannya ini mendapatkan ridho Allah.
Simbol sujud pada sajak”sujud panjang” muncul pada baris pertama.Tetapi hampir semua dalam sajak ini menyimbolkan sujud tetapi tidak dituliskan layaknya pada baris pertama.
Pada arti teks sajak”Sujud Panjang” mengungkapkan peristiwa tentang keinginan(aku-lirik) untuk kembali dijalan Tuhan yaitu bertaubat. Sekalipun konsep Tuhan tidak diungkapkan, tetapi eksistensi Tuhan direpresentasikan dengan simbol sujud.
Keinsyafan “aku-lirik” untuk bertaubat kembali pada jalan Tuhan disebabkan oleh kesadarannya bahwa selama ini “aku-lirik”merasa jauh dari Tuhan. Tak pernah merasa di jalan Tuhan. Artinya kehidupan yang dijalani “aku-lirik” selama ini tak pernah dijalan Tuhan. Ketika kebahagiaan berada digenggaman “aku-lirik” tak pernah ingat akan kusa Tuhan. Sekarang setelah hidupnya berbalik,Ia baru mau bertaubat. Dengan derita,karena kemiskinan yang menambah penderitaannya, (aku-lirik) baru sadar dan ingin bertaubat,kembali kejalan Tuhan.
Dengan demikian konsep simbol sujud pada sajak “sujud panjang” mempresentasikan makna”taubat”. Sujud adalah keadaan terdekat seorang hamba kepada Allah,yang disini artinya lebih dipersempit yaitu sujud taubat.
Simbol “sujud” dalam sajak ini bukan sekedar keadaan sujud,dimana dahi diletakkan pada bumi. Simbol”sujud”ini (merupakan wujud dari taubat) yang memaparkan akan keutamaan sujud. Dalam jiwa spiritual yang dimiliki “aku-lirik”menyadari keutamaan sujud. Hal ini didasarkan dalam sebuah hadis menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,
“keadaan terdekat seorang hamba kepada Tuhannya adalah dalam sujud, maka memohonlah sebanyak-banyaknya dalam sujud”7
Perlu diingat bahwa sujud adalah puncak derajat tingkat kerendahan hati dan secara hokum hanya diperuntuhkan bagi Yang Maha Kuasa.
D. Konsep Sujud
Pada sajak “Sujud Panjang” konsep sujud diungkapkan lewat kesadaran “aku-lirik” yang beraubat kepada Tuhan.Selain itu konsep makna sujud sebagai representasi “ taubat” ,berupa kembali dijalan Allah, dengan menjalankan segala kewajibanya seperti sholat,zakat dll, berakar dari tradisi islam dalam menafsirkan terlihat pada al-Qur’an surat AT TAUBAH ayat 11:
“ Jika mereka bertaubat,mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui”.
Taubat dalam hal ini diposisiskan sebagai kesadaran “aku-lirik”. Kesadaran aku lirik yang telah salah dalam memilih jalan hidup slama ini,dan akhirnya bertaubat kembali kejalan Allah.
Dalam hal ini terdapat rumusan hukum sebab-akibat: Bila kita ingin
mendapatkan ridho allah tentang pertaubatan kita, maka lakukanlah taubat itu dengan sungguh-sungguh tanpa harus melihat bagaimana keadaan kita. Ntah dalam kebahagiaan atau dlam penderitaan.

KONFLIK DAN KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH.DHINI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehiupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya ( Semi, 1993 : 8). Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, maka sastra tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau system berpikir manusia. Sastra dapat dibahas menjadi dua hal, yaitu isi dan bentuk. Dari segi isi, sastra membahas tentang hal yang terkandung di dalamnya, sedangkan bentuk sastra membahas cara penyampaiannya. Ditinjau dari isinya, sastra merupakan karangan fiksi dan non fiksi. Apabila dikaji melalui bentuk atau cara pengungkapannya, sastra dapat dianalisis melalui gener sastra itu sendiri, yaitu puisi, novel dan drama. Karya sastra juga digunakan pengarang untuk menyampaikan pikirannya tentang sesuatu yang ada dalam realitas yang di hadapinya. Realitas itu merupakan salah satu factor penyebab pengarang menciptakan karya, disamping unsure imajinasi.
Menurut Semi( 1993:8) , karya sastra merupakan karya kreatif sehingga sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia. Di samping itu, sastra juga harus mampu menjadi wadah penyampain ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan objek seni sastra adalah pengalaman hidup manusia terutama menyangkut sosil budaya, kesenian dan system berpikir.
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan rekaan seseorang yang sering kali karya sastra itu menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap latar belakang dan keyakinan pengarang. Novel sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik imajinatif. Hal ini dimungkinkan karena persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan kemanusiaan.
Tokoh atau penokohan merupakan salah satu unsur pembangun karya sastra. Tokoh-tokoh yang ditampilkan oleh pengarang dalam cerita memilki berbagai macam karakter. Secara umum tokoh terbagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. (Sudjiman 1991: 16) tobagai koh adalah sebagai pelaku yang mengalami berbagai peristiwa dalam sebuah cerita, sehingga tokoh dalam sebuah novel mempunyai peranan penting, karena tanpa kehadiran tokoh jalan cerita tidak akn terjadi.
Tokoh dan penokohan dalam novel akan mengalami konflik secara psikologis. Berbagai persoalan timbul mengikuti perjalanan tokoh secara pribadi dan interaksi antar tokoh. Konflik dalam novel secara psikologis dapat mempengaruhi tingkah laku dan watak tokoh. Konflik batin yang dialami tokoh menyebabkan gangguan psikis. Gangguan ini disebabkan oleh faktor secara eksternal dan internal.
Konflik sebagai salah satu unsur novel sebaiknya konflik yang terjadi antar tokoh benar-benar dapat meyakinkan pembaca. Konflik yang dibangun dalam cerita mengambarkan problem masyarakat pada saat cerita itu dibangun dan konflik yang dihadirkan harus membuat pembaca menjadi tertarik dan alur menjadi menarik.
Tokoh utama dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH.Dhini adalah Waskito. Ia adalah seorang murid yang nakal dan tidak pernah berangkat sekolah. Kejadian inimembuat seoarang guru yang bernama ibu Suci ingin merubah keadaan ini.
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan tingkah laku manusia oleh beberapa penulis disebut psikologis sastra. Pendekatan ini bertolak dari asumsi karya sasta selalu membahas manusia dan kehidupannya (Semi.1993:76). Kenyataan menunjukkan sastra diciptakan manusia dan cerita dalam sastra berupa tokoh. Layakya manusia tokoh dalam sastra juga selalu memiliki perilaku. Dengan pendekatan psikologi sastra penulis ingin mengkaji salah satu novel karya NH.Dhini yaitu Pertemuan Dua Hati.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kepribadian tokoh utama dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH. Dhini?
2. Bagaimanakah konflik psikologis tokoh utama yang terjadi dalam novel Pertemuan Dua Hati karya NH.Dhini?
3. Bagaimanakah penokohan novel Pertemuan Dua Hati karya NH.Dhini?


BAB II
KAJIAN TEORI

 Psikologi Dalam Sastra
A. Landasan Dasar
Psikologi merupakan ilmu yang membahas tentang jiwa manusia dan segala tindakan manusia. Tindakan manusia ini akibat dari dorongan kejiwaan manusia itu sendiri.
Objek psikologi adalah pengkhayatan dan perbuatan manusia yang kompleks. Kenyataan manusia yang tidak sama selaras dengan keadaan alam yang selalu berubah (Ahmadi, 1983:13). Psikologi dibagi menjadi dua :
a) Psikologi umum yaitu psikologi yang menyelidiki dan mempelajari kegiatan atau aktuvitas psikis manusia pada umumnya.
b) Psikologi khusus yaitu i menyelidiki dan mempelajari sesuatu yang khusus dari aktivitas manusia.
Manusia memiliki pribadi yang khas, selalu berkembang, bertujuan, dan pribadi yang menguasai jasmani. Pribadi yang khas membuktikan manusia itu berbeda. Sifat yang khas menentukan penyesuaian pada lingkungan. Pribadi manusia akan berkembang sesuai dengan tujuan nurani. Tujuan meliputi tindakan dan tingkah laku individu. Perbuatan khusus pada individu terletak dalam kepribadiannya.( Allport dalam Sujanto, 2004:94).
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca dalam menanggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Psikologi sastra pun mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarnag akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah kedalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup disekitar pengarang akan terproyeksi secara imajiner kedalam teks sastra( Endaswara. 2003:96).
Pendekatan psikologi adalah pendekatan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra (Semi.1989:46). Sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan ini, selalu mengaitkan aspek yang ada dalam karya dengan peristiwa kejiwan. Gejala psikologis yang dialami oleh tokoh dalam suatu kara sasta merupakan hal yang dapat diteliti dengan menggunakan psikologi sastra.
Selain penelitian teks sastra dengan pendekatan psikoanalitis, banyak juga dilakukan penelitian teks sastra dengan pendekatan psikologis konvensional. Pendekatan psikologis konvensional dalam penelitian teks sastra adalah pemanfaatan teori-teori psikologi perkembangan, psikologi kepribadian,dll untuk menafsirkan unsure kejiwaan tokoh. Unsur kejiwaan tokoh itu dapat berupa konflik batin, kepribadian ganda, deviasi tingkah laku, perubahan karkter dan gejolak emosi.
Hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam penelitian ini, yaitu psikologi menurut Jung. Jung adalah psikologi kepribadian. Jung adalah orang pertama yang merumuskan tipe kepribadian manusia dengan istilah exstravertion dan introvertion, mengemukakan empat fungsi kepribadian manusia yang disebut sebagai fungsi thinking, feeling, sensing dan intuition.
Selanjutnya (Jung,2003:17-19) membagi kepribadian manusia menjadi dua tipe, i
a. Orientasi Introverts
1) Introverts adalah suatu orientasi ke dalam siri sendiri. Seorang Introverts adalah orang yang cenderung menarik diri kontak sosial. Minat dan perhatiannya lebih terfokus pada pikiran dan pengalaman sendiri. Seorang Introverts cenderung merasa mampu dalam upaya mencukupi diri sendiri.
2) Cirri-ciri Introverts adalah (1) pendiam, (2) menjauhkan diri dari kejadian-kejadian luar, (3) tidak mau terlihat dengan dunia objektif, dan (4) tidak senang berada ditengah orang banyak.
b. Orientasi Ekstroverts
1) Ekstroverts adalah suatu kecenderungan yang menyurahkan kepribadian lebih banyak ke luar daripada kedalam diri sendiri. Seorang Ekstroverts memiliki sifat sosial, ia juga orang yang penuh motif yang dikoordinasi oleh kejadian-kejadian eksternal. Seorang ekstroverts cenderung membutuhkan orang banyak.
2) Cirri-ciri ekstroverts adalah (1) kecenderungan pada objek-objek dari luar dirinya, (2) kesiapan untuk menerima kejadian-kejadian luar, (3) keinginan untuk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitar, (4) punya kapasitas untuk bertahan, (5) percaya pada apa yang diterima dari dunia luar.

B. Tujuan Penelitian Psikologi Sastra
Menurut Sachs (Hardjana, 1981:66) psikologi sastra bertujuan untuk memberikan pertolongan agar dapat membaca karya sastra tersebut dengan benar dan bukan untuk meletakkan dasar-dasar penilaian.
Penelitian psikologi sastra bertujuan mengungkap gejala-gejala psikologis yang bersinggungan dengan karya sastra. Gejala-gejala tersebut bisa terjadi dari pengarang saat berproses, tokoh dan berbagai macam interaksinya, dan pembaca sastra. Arah penelitian ini berpijak dari psikologi dan sastra yang mempelajari manusia. Penjelajahan kea lam batin untuk mengetahui seluk beluk manusia yang unik. Sastra mempelajari manusia sehingga ciptaan imajinasi pengarang. Manusia dalam sastra bersifat kreatif dan imajiner( Semi, 1990:76).

C. Sasaran Psikologi Sastra
Menurut Semi (1990:79) focus penelitian psikologi sastra yaitu sabagai berikut :
1) Pendekatan psikologi menekankan analisis terhadap keseluruhan karya sastra baik segi intrinsik maupun segi ekstrinsik. Namun, tekanan diberikan kepada segi intrinsik. Dari segi intrinsik yang ditekankan adalah penokohan atau perwatakannya.
2) Segi ekstrinsik yang dipentingkan untuk dibahas adalah segi jiwa pengarang.
3) Disamping menganalisis penokohan dan perwatakan dilakukan pula analisis yang lebih tajam tentang tema utama karya sastra, karena pada masalah perwatakan dan tema ini pula pendekatan psikologi sangat tepat diterapkan.
4) Didalam analisis perwatakan harus dicari nalar tentang perilaku tokoh
5) Konflik serta kaitannya dengan perwatakan dan alur cerita harus pula mendapat kajian.



 Konflik
Perjalanan cerita dalam fiksi sangat membutuhkan konflik. Cerita tanpa adanya konflik akan mati rasa dan tidak menarik. Alur cerita dengan konflik sangat berkaitan. Alur tanpa konflik tidak berarti, sementara konflik lahir karena adanya alur. Sebuah cerita tanpa adanya konflik maka, cerita itu tidak akan berkembang. Berbagai cerita baru akan berkembang karena adanya konflik.
Konflik merupakan gambaran ketidakstabilan jiwa yang kemudian membentuk pola konflik menjadi klimaks. Konflik berawal dari kondisi labil yang membahas dan berakhir pada pemecahan berupa klimaks ( Sayuti,200:41).
Konflik tokoh dari awal akan membentuk pusaran yang mengerucut. Konflik tokoh yang meruncing akhirnya akan meledak pada titik yang disebut klimaks. Konflik dapat terjadi antara manusia dengan manusia, konflik manusia dengan alam sekitarnya, konflik manusia dengan masyarakat, sesuatu ide dengan ide lain dan seseorang dengan kata hatinya.
Nurgiayantoro(2005:122) menyatakan konflik yaitu kejadian yang tergolong penting yang merupakan unsure esensial dalam perkembangan plot. Pertentangan tokoh yang mengarah pada kejadian peristiwa cerita dan berfungsi mengembangkan ide cerita ialah inti dari konflik.
Penelitian ini menggunakan teori dari Stanton untuk menelaah konflik. Inti teori Stanton( Nurgiyantoro,2005:124) yaitu membagi konflik menjadi dua macam antara lain :
a. Konflik Eksternal ( external confict)
Konflik merupakan konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang ada diluar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau lingkungan manusia itu sendiri. Konflik eksternal ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1) Konflik Fisik ( physical confict)
Konflik fisik atau konflik elemental adalah konflik yang disebabkan oleh adanya benturan antara tokoh dengan lingkungan alam.
2) Konflik Sosial ( sosial confict)
Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi karena adanya interaksi antar manusia. Berbagai masalah manusia dalam hubungannya dengan manusia itu sendiri.
b. Konflik Internal ( internal confict)
Konflik internal disebut juga dengan konflik kejiwaan. Konflik ini merupakan konflik yang terjadi karena pertentangan hati atau jiwa seseorang tokoh dengan tokoh lain. Konflik batin ini juga bisa terjadi dalam diri seorang tokoh itu sendiri. Konflik jiwa dialami setelah ada pertentangan atau gangguan batin seorang tokoh . Konflik batin yang terus menerus terjadi menyebabkan pribadi, watak dan pemikiran yang menyimpang. Biasanya konflik jiwa lahir dari hubungan antar manusia atau tokoh.

 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan( Abiams dalam Nurgiyantro,2005:165).
Tokoh-tokoh dalam novel muncul akibat dari kalimat-kalimat yang mengekspresikannya dari kata yang diletakkan dibibirnya oleh si pengarang. Tokoh dan penokohan merupakan satu kesatuan yang berbeda. Istilah tokoh akan merujuk pada pelaku atau orang yang terlibat dalam cerita. Sedangkan penokohan mengacu pada penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ( Sudjiman,1988:23)
Dengan demikian istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dn “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Watak, perwatakan dan karate pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan pembaca lebih menunjukkan pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karateristik sering disama artikan dengan karater dan perwatakan yang menunjuk pada penempatan tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita9 Nurgiyantoro,2005:165).
Teknik penokohan menurut Altenbernd dan lewis(Nurgiyantoro,2005:194-210) terdiri dari dua macam yaitu sebagai berikut:

1. Teknik Ekspositori (Telling Technical)
Teknik langsung ini disebut juga teknik analitis. Teknik ini merupakan pelukisa tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.
2. Teknik Dramatik (Showing Technical)
Teknik ini sering disebut teknik tidak langsung. Artinya pengarang tidak tidak mendeskrepsikan secara eksplisit sifat, sikap serta tingkah laku tokoh. Tokoh digambarkan secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan juga peristiwa. Teknik ini terdiri dari :
a. Teknik Cakapan
b. Teknik Tingkah Laku
c. Teknik Pikiran dan Perasaan
d. Teknik Arus Kesadaran
e. Teknik Reaksi Tokoh
f. Teknik Reaksi Tokoh Lain
g. Teknik Pelukisan Latar
h. Teknik Pelukisan Fisik











BAB III
PEMNAHASAN

A. Sinopsis
Bu Suci adalah seorang guru sekolah dasar yang selalu memiliki tanggung jawab besar untuk menjalankan profesinya. Pada suatu hari, ia harus pindah mengajar ke Semarang karena suaminya dipindahtugaskan ke kota tersebut. Dalam hatinya telah terbayang masa penantian yang lama sebelum ia mendapatkan tempat mengajar yang baru. Ia membanyangkan bahwa hari-harinya yang dilalui di kota itu akan akan dirasakan sangat panjang dan menyikasa. Namun, semua yang dibayangkan itu menjadi sirna ketika diterima disebuah sekolah dasar yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Bahkan, ia dipercaya memegang dua kelas untuk menggantikan salah seorang guru yang mengalami kecelakaan.
Sejak saat itu bu Suci resmi menjadi guru disekolah tersebut. Ia mendapat sambutan yang hangat dari rekan-rekan sesame guru. Ia tidak mengalami kesulitandalm beradaptasi dengan lingkungannya yang baru sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pada hari keempat, Bu Suci baru menyadari bahwa salah seorang muridnya yang bernama Waskito tidak pernah masuk sekolah tanpa ada keterangan yang pasti. Tak ada satu muridpun yang mengetahui alas an ketidakhadiran Waskito. Ketika ia menanyakan tentang murid tersebut kepada rekan guru, ia mendapat jawaban yang tidak memuaskan hatinya. Bahkan, ia diminta untuk tidak memperdulikan ketidakhadiran Waskito karena kedatangan anak itu disekolah hanya akan menambah masalah bagi dirinya. Kenakalannya terkadang melewati batas. Tentu saja sebagai seorang guru, hati Bu Suci terpanggil untuk melakukan pendekatan intensif kepadanya. Menurutnya, anak semacam waskito perlu mendapatkan perhatian ekstra darinya.
Pada saat yang sama, anak bungsunya terserang penyakit ayan. Kedua hal ini membebani pikirannya. Ia binggung untuk menentukan mana yang lebih dulu ditanganinya. Ketika ia memilih anaknya, panggilan hatinya ssebagai seorang guru menyentak-nyentak hatinya. Ia mengharapkan semua muridnya menjadai anak yang baik yang berguna bagi nusa dan bangsa. Sebaliknya, bila ia mengutamakan muridnya, ia akan mengalami berdosa jika si bungsu mengalami penderitaan panjang karena kkurang mendapat perhatian darinya sehingga masa depannya akn menjadi suram.
Diantara kebimbangan itulah, ia memutuskan untuk memilih keduanya. Ia tetap memperhatikan anak bungsunya, namun ia juga berusaha melakukan pendekatan dengan Waskito. Pada mulanya usaha Bu Suci tidak sia-sia karena Waskito mulai rajin ke sekolah dan tidak menampakkan kenakalannya. Namun, beberapa hari kemudian ia kembali pada sifatnya semula. Bu Sucii mulai membenarkan pendapat rekan-rekan sesama guru bahwa Waskito tidak akan pernah berubah menjadi murid yang baik karena ia telah terbiasa dimanja dengan harta.
Kepala sekolah yang mengetahui masalah Waskito memberikan waktu satu bulan kepada Bu Suci untuk melakukan pendekatan kepada anak itu. Dalam hati Bu Suci muncul keyakinan bahwa ia harus mencari cara pendekatan yang tepat untuk menghilangkan kenakalan anak itu.
Usahanya tak sia-sia karena tak berapa lama kemudian tingkah laku waskiti menunjukkan perubahan kearah yang positif. Ia menjadi murid yang baik, bahkan ia berhasil naik kelas. Bu Suci merasa bangga karena tujuannya tercapai. Kebahagiaan Bu Suci semakin bertambah ketika anak bungsunya dinyatakan sembuh dari penyakitnya.
















B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh berupa deskripsi mengenai aspek psikologi dalam novel Pertemuan Dua Hati karya N.H. Dini. Aspek tersebut digambarkan melalui 1.) kepribadian tokoh utama, 2.) Konflik psikologis tokoh utama.
1. Tokoh Utama dan Penokohan dalam Novel Pertemuan Dua Hati
karya N.H. Dini.
Tabel 1.1
Tokoh dalam novel Pertemuan Dua Hati
No Tokoh Tokoh utama Tokoh tambahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. Waskito
Ibu Suci
Kepala Sekolah
Orangtua Waskito
Nenek Waskito
Kakek Waskito
Budhe Waskito
Anak kedua Bu Suci
Suami Bu Suci
Raharjo
Marno √












Tokoh utama dalam novel ini yaitu Waskito. Waskito adalah tokoh yang paling banyak memerlukan penceritaan. Tokoh tambahan yang mendukung tokoh utama dalam novel Pertemuan Dua Hati adalah: Ibu Suci, Kepala Sekolah, Orangtua Waskito, Nenek Waskito, Kakek Waskito, Budhe Waskito, Anak kedua Bu Suci, Suami Bu Suci, Raharjo, dan Marno.





Tabel 1.2
Penokohan Tokoh Utama (Waskito) dalam novel Pertemuan Dua Hati
No Watak tokoh Teknik analitik
(hlm.) Teknik dramatik
Teknik cakapan
(hlm.) Teknik tingkah laku
(hlm.) Teknik pikiran&perasaan
(hlm.) Teknik reaksi tokoh
(hlm.)
1. Jahat 28 28
2. Nakal 30 30
3. Labil 31
4. Pemarah 32
5.
Pemberontak 32, 44, 52


6. Sukar 35



7. Sombong 53
8. Angkuh 53
9. Terampil 66

10. Keras kepala
82
11. Tinggi hati
82

12.
Baik 48
13. Cerdas 84
14.
Taat

41

15.
Terbuka 63
16. Suka mengamuk 67

Teknik penokohan yang digunakan pengarang dalam menampilkan tokoh Waskito menggunakan 2 teknik. Yaitu, teknik analitik dan teknik dramatic. Teknik analiyik melikiskan tokoh cerita dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Sedangkan teknil dramatik digunakan pengarang untuk menampilkan tokoh secara tidak langsung dengan sejumlah teknk. Teknik dramatik yang digunakan pengarang yaitu, teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan dan teknik reaksi tokoh.
Selain teknik penokohan, tabel 1 juga berisi watak yang dimiliki oleh Waskito. Berdasarkan teknik penokohan yang digunakan terdapat 16 macam watak tokoh, yaitu, jahat, nakal, labil, pemarah, pemberontak, sukar, sombong, angkuh, terampil, keras kepala, tinggi hati, baik, cerdas, taat, terbuka dan suka mengamuk.

2. Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Pertemuan Dua Hati
Tabel 2
Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Pertemuan Dua Hati
Tokoh utama Kepribadian tokoh utama
Introvert Halaman Ekstrovert Halaman
Waskito 1. Nakal
2. Labil
3. Sukar
4. Sombong
5. Angkuh
6. Terampil
7. Keras kepala
8. Tinggi hati
9. Baik
10. Cerdas 30
31
35
53
53
66
82
82
48
84 1. Pemarah
2. Pemberontak
3. Suka mengamuk
4. Jahat
5. Terbuka
6. Taat
32
32, 44, 52
67

28
41
63

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa kepribadian Waskito lebih dominan Introvert daripada kepribadian ekstrovert. Kepribadian Waskito yang Introvert antara lain: Nakal, labil, sukar, sombong, angkuh, terampil, keras kepala, tinggi hati, baik, dan cerdas. Kepribadian Waskito yang ekstrovert antara lain: pemarah, pemberontak, suka mengamuk, jahat, terbuka, dan taat.

3. Konflik Tokoh Utama dalam Novel Pertemuan Dua Hati
Tabel 3.1 Konflik Eksternal Tokoh Utama (Waskito)
dalam Novel Pertemuan Dua Hati
No Konflik eksternal Halaman
1.
2.
3.
4. Konflik Waskito dengan orangtuanya
Konflik Waskito dengan Ibu Suci
Konflik Waskito dengan teman-temannya
Konflik Waskito dengan kakek dan neneknya
32, 77
74
28
41

Berdasarkan tabel 3.1, konflik eksternal yang dialami oleh Waskito ada 4 yaitu, 1.) Konflik Waskito dengan orangtuanya, 2.) Konflik Waskito dengan Ibu Suci, 3.) Konflik Waskito dengan teman-temannya, 4.)Konflik Waskito dengan kakek dan neneknya.








Tabel 3.2
Konflik Internal yang Dialami Tokoh Utama (Waskito)
dalam novel Pertemuan Dua Hati
No Konflik internal Halaman
1.

2. Pergolakan hati Waskito karena ingin diperhatikan dan disayang.
Tekanan batin Waskito karena ingin bebas dan berkembang.


Berdasarkan tabel 3.2, konflik interbal yang dialami tokoh Waskito ada 2 yaitu: 1.) Pergolakan hati Waskito karena ingin diperhatikan dan disayang. dan 2.) Tekanan batin Waskito karena ingin bebas dan berkembang.

C. Pembahasan
1. Tokoh Utama dan Penokohan dalam Novel Pertemuan Dua Hati
karya N.H. Dini.
a. Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Ditinjau dari keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi 2, yaitu, tokoh utama dan tokoh tambahan/bawahan.
1.) Tokoh utama
Tokoh utama dalam novel Pertemuan Dua Hati yaitu Waskito. Waskito adalah seorang siswa yang tergolong sukar. Dalam artian bandel dan suka mengamuk. Namun, disamping itu, sejatinya Waskito adalah siswa yang pandai. Tokoh utamanya adalah Waskito karena tokoh tersebut dapat memenuhi criteria sebagai tokoh utama. Berikut ini beberapa kutipan yang menyebutkan bahwa Waskito banyak berhubungan dengan tokoh lain. Berikut ini kutipan yang bahwa Waskito banyak berhubungan dengan tokoh lain.
a.) Waskito dengan Ibu Suci
“Kesantaianku menghadapi murid sukarku sampai pada pertanyaan mengenai keluarganya. Apa kabar dengan nenek? Kutanyakan apakah dia sering bertemu dengan nenek? Tidak, jawabnya.” (hlm. 75)

b.) Waskito dengan kakek dan neneknya.
“Di rumah kakek dan nenek Waskito bersikap sopan dan manis, menolong mengerjakan tugas yang ringan disamping masuk sekolah secara teratur.” (hlm. 41)

c.) Waskito dengan teman-temannya
“Waskito, Bu!” hanya itulah yang diucapkan Wahyudi. “Kenapa? Dia mengamuk lagi?” Sahutku.” (hlm. 80)

b. Penokohan
Watak tokoh utama di atas, disampaikan oleh pengarang menggunakan 2 macam teknik penokohan, yaitu teknik analitik dan teknik dramatik. Teknik dramatik yang digunakan pengarang yaitu teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan dan teknik reaksi tokoh lain. Berikut ini adalah pembahasannya.
1.) Teknik Analitik
Teknik analitik yaitu menggambarkan watak tokoh yang secara langsung dilukiskan pengarang. Metode langsung menjelaskan bahwa Waskito merupakan orang yang labil.
“Waskito memang dianggap sebagai anak yang tidak tetap, atau labil.” (hlm. 31)

Waskito juga merupakan orang yang pemarah dan pemberontak.

“Maka ia tumbuh menjadi anak yang pemarah dan pemberontak.” (hlm. 32)

Waskito juga merupakan orang yang sombong dan angkuh.

“dalam keadaan diam demikian, dia nampak sombong, angkuh.” (hlm. 52)

2.) Teknik Dramatik (tidak langsung)
a.) Teknik Cakapan
Cakapan antar tokoh sering kali digunakan pengarang sebagai media mengungkapkan kedirian tokoh. Percakapan pada teknik ini dapat dilakukan oleh 2 orang/lebih. Cakapan di bawah ini menggambarkan tokoh Waskito yang cerdas.
“Tidak ada orang yang baik atau pandai dalam segala-galanya. Kamu terampil dalam hal pertukangan, otakmu cerdas meskipun pelajaranmu biasa-biasa saja.Bukankah itu sudah sangat mencukupi?” (hlm.84)
Waskito yang terampil dalam pertukangan menunjukkan bahwa Waskito Cerdas.

b.) Teknik Tingkah laku
Tingkah laku tokoh dapat mencerminkan dirinya sendiri. Teknik secara fisik menunjukkan siapa tokoh yang sebenarnya. Tokoh Waskito yang nakal ditunjukkan dalam kutipan berikut ini.
“Setiap dia kambuh berubah menjadi bengis, selalu berteriak-teriak dan memukul bahkan menendang kami.” (hlm. 30)

c.) Teknik pikiran dan perasaan
Penokohan pada teknik ini dimulai dari perdebatan pikiran dan perasaan. Waskito adalah anak yang tinggi hati dan keras kepala. Watak ini digambarkan dengan teknik pikiran dan perasaan yang ditunjukkan dalam kutipan berikut ini:
“ Mendadak satu perkiraan melintas di kepalaku. Anak itu tinggi hati, tidak mudah mengalah dalam semua hal. Dia juga keras kepala.” (hlm.82)

d.) Teknik reaksi tokoh
Reaksi tokoh ditimbulkan oleh adanya rangsangan dari luar diri. Teknik ini merupakan respon terhadap kejadian, keadaan dan masalah dari luar tokoh. Waskito sering mengamuk di kelas. Watak ini digambarkan dengan teknik reaksi tokoh seperti terlihat dalam kutipan berikut ini:
“Tiba-tiba keadaan berubah. Guru-guru sedang beristirahat di kantor, menunggu lonceng masuk kembali. Seorang muridku terengah-engah dating langsung berseru: “Bu Suci! Waskito kambuh, Bu! Dia mengamuk! Dia mau membakar kelas!” .“ (hlm. 67)





2. Kepribadian Tokoh Utama (Waskito) dalam Novel Pertemuan Dua Hati
karya N.H. Dini
Tipe kepribadian yang dimiliki tokoh utama berdasarkan kepribadiannya yaitu ekstrovert dan introvert. Namun, yang lebih dominan adalah kepribadian introvert. Kepribadian Waskito yang introvert meliputi: Nakal, labil, sukar. Sombong, angkuh, terampil, keras kepala, tinggi hati, baik, cerdas.
a. Kepribadian introvert
Manusia bertipe introvert adalah manusia yang dipengaruhi oleh dunia subyektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju dalam pikiran, perasaan, serta tindakan. Kepribadian introvert tokoh utama adalah sebagai berikut:
“Biasanya, kalau ada anak nakal kelewat batas, namanya di dalam daftar diberi tanda.” (hlm.30)

“dalam keadaan diam demikian, dia Nampak sombong, angkuh.” (hlm.53)

b. Kepribadian ekstrovert
Tipe manusia yang ekstrovert adalah manusia yang dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu dunia di luar dirinya. Pikiran, perasaan serta tindakannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Kepribadian ekstrovert tokoh Waskito adalah sebagai berikut:
“Kata si nenek, semua itu tidak pernah didapatkan Waskito di rumahnya. Maka dia tumbuh menjadi anak yang bersifat pemarah dan pemberontak.” (hlm. 32)





3. Konflik yang Dialami Tokoh Utama (Waskito) dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya N. H. Dini.
Konflik dalam sebuah karya sastra terjadi dalam diri tokoh. Konflik yang terjadi dalam hati atau jiwa seorang tokoh cerita dan merupakan permasalahan intern dan konflik internal, sedangkan permasalahan yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya baik lingkungan maupun manusia adalah konflik eksternal.
Konflik yang terjadi dalam suatu karya sastra membuat suatu karya sastra menjadi lebih menarik. Konflik yang dialami tokoh Waskito dalam novel Pertemuan Dua Hati yaitu konflik eksternal dan internal.

a. Konflik eksternal yang dialami tokoh Waskito
Konflik eksternal merupakan permasalahan yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya. Waskito mempunyai kepribadian Eksternal yang lebih dominan. Konflik yang dialami Waskito yaitu: 1.) Konflik Waskito dengan orangtuanya, 2.) Konflik Waskito dengan Ibu Suci, 3.) Konflik Waskito dengan teman-temannya, 4.) Konflik Waskito dengan kakek dan neneknya
Konflik antara Waskito dengan orangtuanya dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
“Anak kami belum pernah menghukum, apalagi memukul Waskito!” kata si nenek. “Barangkali inilah kesalahannya. Ada anak-anak yang memerlukan perhatian, yang menganggap hukuman jasmaniah sebagai ganti perhatian yang diinginkan.” (hlm. 37)

Konflik Waskito dengan Ibu Suci terlihat pada kutipan berikut ini:
“Aku tetap takut dan cemas pada suatu hari murid sukarku tidak masuk karena membolos, atau sekonyong-konyong mengamuk sambil menyabitkan sesuatu senjata! “ (hlm. 74)

Konflik Waskito dengan Teman-temannya.
“Bu Suci! Waskito kambuh, Bu! Dia mengamuk! Dia mau membakar kelas!” (hlm. 67)

b. Konflik internal yang dialami tokoh Waskito
Konflik internal meerupakan permasalahan intern, terjadi dalam hati atau jiwa tokoh. Konflik intern dalam pembahasan ini dideskripsikan sesuai dengan kondisi jiwa atau perasaan tokoh. Konflik internal yang dialami tokoh Waskito yaitu: 1.) Pergolakan hati Waskito karena ingin diperhatikan dan disayang. 2.) Tekanan batin Waskito karena ingin bebas dan berkembang.
Konflik tekanan batin Waskito karena ingin bebas dan berkembang terdapat pada kutipan berikut ini.
“Entah Bu! Mereka kalau sudah berkata tidak boleh, ya tidak boleh! Dulu saya selalu bertanya, mengapa saya tidak seperti kawan-kawan lain? Orang tua mereka membiarkan mereka bersepedaan kemana-mana.” (hlm. 77)
















BAB IV
KESIMPULAN

Karya sastra dapat secara baik melalui kerja analisis. Bagian yang dianalisis biasanya meliputi aspek bentuk maupun aspek isi. Menyangkut sejumlah unsur secara sekaligus maupun salah satu unsure tertentu, pengkajian karya sastra tersebut dapat dilakukan pada sebuah karya sastra tertentu, atau beberapa karya sastra tertentu dalam periode tertentu pula.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang merupakan pantulan hubungan dengan orang lain atau masyarakat sering digunakan bahan sastra. Sebuah karya sastra pada dasarnya merupakan reaksi terhadap suatu keadaan. Dengan demikian mempelajari karya sastra berarti karya yang berupa inspirasi, tingkah cultural selera, pandangan hidup serta karakter pengarang.
Setelah melakukan analisis kemudian mendeskripsikan dengan terurai dan panjang, maka dalam bab ini penulis akan menarik kesimpulan. Dalam menarik kesimpulan ini, penulis akan berpegang pada rumusan masalah di atas, sehingga kesimpulan akan menjadi jelas. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ada beberapa konflik internal yang dialami tokoh utama:
• Konflik Waskito dengan orangtuanya
• Konflik Waskito dengan Ibu Suci
• Konflik Waskito dengan teman-temannya
• Konflik Waskito dengan kakek dan neneknya
Ada beberapa konflik eksternal yang dialami tokoh utama:
• Pergolakan hati Waskito karena ingin diperhatikan dan disayang.
• Tekanan batin Waskito karena ingin bebas dan berkembang.







DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi.2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:PT Rineka Cipta
Siswantoro.2005.Metode Penelitian Sastra.Surakarta:Muhammadiyah University Press
Austin&Wellek.1989.Teori Kesusastraan.Jakarta: PT Gramedia

ANALISIS TEORI FEMINISME MARXIS DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAL EL KHALIEQY

KAJIAN TEORI

A. Kajian Feminisme Marxis
Teori feminisme marxis berfokus pada penindasan perempuan karena perbedaan jenis kelamin. Konsep-konsep teoretis utama yang di eksploitasi disini antara lain kapitalis dan partiarki, dalam hal hubungan antara kelas dan penindasan gender, pembagian kerja seksual. Kapitalisme dipandang sebagai penindasan seksual dan partiarki dipandang sebagai penindasan atau kekerasan terhadap kaum perempuan. Jadi gender adalah dpenyebab yang lebih mendalam dan dasar dari penindasan.
Kaum feminis Marxis menolak anggapan teori kaum sosialis yang bberanggapan mereka tidak setuju bahwa penindasan terhadap perempuan karena adanya perbedaan jenis kelamin. Michele Barrett berpendapat bahwa permasalahan dalam kaum feminisme marxis adalah penindasan atau kekerasan terhadap perempuan. Dan Barrett lebih lanjut mengakui bahwa gender yang menyebabkan diskriminasi sexsual.
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaan pribadi. Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran.
Laki-laki mengontrol produksi ntuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Kaum feminism marxis menganggap bahwa Negara bersifat kapitalis. Yakni menganggap bahwa Negara bukan hanya sekedar instuisi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum feminism marxis berpendapat bahwa Negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan namun disisi lain, Negara kapitalisme yang menginginkan system perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.
Aliran kelompok ini menolak keyakinan kaum feminisme radikal yang menyatakan biologi sebagai dasar perbedan gender. Bagi penganut feminisme Marxis penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari system eksploitatif yang bersifat structural.




















PEMBAHASAN

A. SINOPSIS
Ini adalah sebuah kisah pengorbanan seorang perempuan, Seorang anak kyai Salafiah sekaligus seorang ibu dan isteri. Annisa seorang perempuan dengan pendirian kuat. Cantik dan cerdas. Annisa hidup dalam lingkungan keluarga kyai dipesantren Salafiah putri Al Huda Jombang, Jawa Timur. Pesantren Salafiah putri Al Huda adalah pesantren kolot dan kaku. Baginya ilmu sejati dan benar hanyalah Qur’an, Hadist dan Sunnah. Ilmu lain yang diperoleh dari buku-buku apalagi buku modern dianggap menyimpang. Karena itu para santri, termasuk Annisa, dilarang membaca buku-buku tersebut. Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim. Seorang muslimah yang baik menurut Islam adalah, tidak diperbolehkan membantah suami; Haram meminta cerai suami; selalu ikhlas menerima kekurangan dan kelebihan suami, termasuk jika suami berkehendak melakukan poligami; Tidak boleh berkata lebih keras dari suaminya, sekalipun dalam menyatakan
ketidaksetujuan; Tidak boleh mengulur-ulur waktu bahkan menolak ketika
suami mengajak berjimak; Ikhlas menerima pembagian waris sekalipun
hanya ¼ bagian. (lebih kecil daripada bagian laki-laki).
Pelajaran itu membuat Annisa beranggapan bahwa Islam sangat membela laki-laki. Islam meletakkan perempuan sangat lemah dan tidak seimbang. Sejak kecil Annisa selalu mendapatkan perlakuan tidak adil dari Kyai. Duaorang kakaknya boleh belajar berkuda, sementara Annisa tidak boleh hanya karena dirinya perempuan. Lagi-lagi protes Annisa hanya dianggap sambil lalu. Annisa selalu merasa dirinya berada dalam situasi yang salah. Hanya Khudori , paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Annisa menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Annisa. Khudori selalu menjadi tambatan, curahan perasaan Annisa ketika dirinya diperlakukan tidak adil oleh keluarganya.Diam-diam Annisa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan,sekalipun bukan sedarah.Khudori juga menyadari selisih umur yang terpaut jauh dengan Annisa. Hal itu membuat Khudori selalu membunuh cintanya demi menjaga stabilitas pesantren. Sampai akhirnya Khudori melanjutkan sekolah ke Kairo. Khudori selalu menekankan ke Annisa untuk belajar. Kalau perlu sampai keluar negeri. Khudori yang membawa pemikir Annisa kearah keterbukaan wawasan, hingga secara diam-diam Annisa mencoba mendaftarkan kuliah ke Jogja dan keterima. Tapi kenyataan berkata lain. Kyai Hanan tidak mengijinkan Annisa melanjutkan kuliah ke Jogja, dengan alas an bisa menimbulkan fitnah, ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian jauh dari orangtua. Annisa merengek dan protes dengan alasan ayahnya. Akhirnya Annisa malah dinikahkan dengan Samsudin, seorang anak Kyai dari pesantren Salaf terbesar di Jombang. Pernikahan itu dimaksudnya juga sebagai pernikahan dua pesantren Salafiah yang dimana nantinya akan menjadi pesantren besar. Sekalipun hati Annisa berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan juga demi kelangsungan keluarga dan pesantren Al Huda.
Pernikahan Annisa tidak bahagia karena ia menggalami KDRT dan tidak merasakan kenyamanan hidup bersama Syamsudin. Karena sudah tidak kuat menanggung beban hidup, akhirnya annisa menceritakan hal itu kepada ibunya dan akhirnya mereka bercerai.
Singkat cerita Khodori pulang dari Kairo kemudian melamar Annisa. Merekapun menikah. Tahun-tahun pertama penikahannya fitnah kerap menghantap pernikahan mereka yang mengatakan bahwa Annisa mandul, namun semua terbantahkan dengan kelahiran Mahbub. Namun cerita bahagia itu hilang seketika, tatkala Annisa mendapati khodori meninggal dunia. Memang ia sangat terpukul, namun Annisa tetap menjalankan hidupnya demi Mahbub.

B. PEMBAHASAN
Dalam teori marxis dijelaskan bahwa penindasan perempuan karena perbedaan jenis kelamin. Novel ini menjelaskan berbagai penolakan berbagai penindasan terhadap perempuan. Ide kesetaraan gender digagas sebagai sumber kebebasan dari penindasan terhadap perempuan.
Dalam novel Perempuan Berkalung Sorban terdapat banyak kasus pelecehan seksual dalam rumah tangga. Tergambar dalam kehidupan rumah tangga Annisa dengan syamsudin. Pernikahan yang Annisa lakukan karena terpaksa itu membawa dampak dalam rumah tangganya. Karena Annisa tidak mencintai Syamsudin, annisa pun tidak pernah mau bila diminta syamsudin untuk melayaninya berhubungan intim. syamsuddin yang memiliki sifat keras pun selalu memaksa Annisa untuk melakukannya. Annisa selalu merasa sakit setiap kali melakukan hubungan intim dengan Syamsudin. Dan annisa juga merasa dilecehkan ketika syamsudin memerkosanya di tempat-tempat tidak wajar sepeti sofa, ruang tamu, dapur dll. Semua itu terlihat jelas bahwa dalam hubungan rumah tangga masih juga banyak kekerasan seksual yang dilakukan suami terhadap istri.
Didalam novel ini dijelaskan pula bahwa kedudukan suami itu selalu diatas perempuan dalam hal apapun. Termasuk dalam hal seksual. Di novel ini jelas tertulis bahwa seorang suami berhak meminta istrinya melayaninya untuk berhubungan suami istri dan istri harus mau melayaninya walaupun istri dalam kondisi tidak fit, sedangkan istri tidak boleh meminta dahulu, istri harus senantiasa menunggu suami meminta dahulu. Dari kutipan diatas jelas sekali terlihat suatu penindasan seksual. Dari kutipan yang mengatakan “ suami berhak meminta istrinya berhubungan intim walaupun istrinya dalam keadaan tidak fit” jelas sekali bahwa penindasan seksual ada dalam rumah tangga. Seperti halnya dalam kehidupan rumah tangga Annisa. Yang selalu di paksa setiap kali berhubungan intim, itu karena perempuan tidak mempunyai hak yang sama dengan laki-laki yaitu bisa menolak atau meminta.
Adapun penindasan terhadap perempaun dalam bentuk lainnya dari seksual antara lain:
a. Adanya Diskriminasi Terhadap Perempuan
Bentuk penindasan perempuan yang ada dalam novel Perempuan Berkalung Sorban antara lain adalah adanya diskriminasi terhadap perempuan. Itu tergambar dari perempuan tidak pantas belajar naik kuda. Karena naik kuda hanya pantas dilakukan oleh laki-laki. Hal ini tergambar dari kutipan
“ Siapa yang mau belajar naik kuda? Kau, bocak Wedhok?
Iya. Memang kenapa, pak? Tidak boleh? Kak Rizal juga belajar naik kuda……( hal 7)
… Paham, paham! Kenapa diam! Kenapa tak kau ceritakan kehebatanmu naik kuda telah menyaingi Tjut Njak Dhien!..( hal 33)
Kedua kutipan diatas melukiskan bahwa naik kuda hanya pantas di lakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan tidak pantas naik kuda, sehingga hal tersebut menunjukkan diskriminasi kaum perempuan. Annisa juga menolak adanya diskriminasi kaum perempuan dalam bidang pekerjaan. Hal ini tertuang dalam kutipan
..Pak guru bilang kewajiban seorang perempuan itu banyak sekali, ada mencuci, memasak, menyetrika,mengepel, menyapu, menyuapi, menyusui, memandikan dan banyak lag. Tidak seperti laki-laki,bu, kewajibannya Cuma satu yaitu ke kantor..( hal 14)
Kutipan diatas menjelaskan bahwa kewajiban seorang perempuan adalah mengurus semua pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak, sedangkan pekerjaan itu banyak sekali dan sangat menyita waktu. Berbeda dengan kaum laki-laki hanya satu pekerjaannya yaitu bekerja. Hal ini menunjukkan ketidakadilan bagi kaum perempuan.
b. Adanya Perbedaan Kedudukan Antara Perempuan dan Laki-laki
Penyebab lain adanya penindasan terhadap perempuan yang ada dalam novel ini adalah adanya perbedaan kedudukan perempuan dan laki-laki. Disini kalangan masyarakat luas pada umumnya memandang bahwa perempuan pada umumnya adalah makhluk yang dikesampingkan keberadaannya karena perempuan dianggap memiliki pemikiran lemah.
… Menurutku, mungkin citra yang beredar di kalangan masyarakat luas bahwa perempuan itu makhluk nomer dua, banyak masalah dan menyulitkan, kurang produkti dan tidak mandiri.. ( hal 236)
..Jika ada perempuan yang mandiri dan penuh inisiatif malah ditakuti para laki-laki dan dianggap maskulin. Ini kan cara berpikir yang bias gender dan tidak sebagaimana apa yang dikehendaki oleh sang penciptanya sendiri..( hal 237)
Kutipan diatas menjelaskan bahwa adanya bias gender. Perempuan selalu dianggap makhluk kelas dua, manusia lemah dan tidak mampu mengambil keputusan, tidak mandiri dan menyulitkan. Jika ada perempuan yang mandiri dan mempunyai inisiatif maka akan ditakut-takuti oleh laki-laki dan akan dianggap maskulin.
c. Adanya Perbedaan Kedudukan Dalam Rumah Tangga
Alasan berikutnya yang membuat adanya penindasan terhadap perempuan adalah adanya perbedaan kedudukan dalam rumah tangga. Perbedaan itu misalnya adalah seorang istri tdak boleh meminta cerai terhadap suaminya dalam keadaan bagaimanapun dan apapun dan yang berhak atas semua itu adalah suami. Seorang istri juga tidak boleh menggeraskan suara terhadap suaminya meskipun suaminya bertindak sewenang-wenang. Hal ini terlukis dlam kutipan berikut,.
..apabila seorang perempuan berkata pada suaminya. Ceraikan aku! Maka ia akan datang pada hari kiamat nanti dengan muka tidak berdaging...( hal 76)
Perempuan yang mengeraskan suara terhadap suaminya tanpa seizinnya, ia memikul dosa seperti dosa tujuhpuluh ribu pencuri( hal 78)
Kedua kutipan diatas menjelaskan bahwa suami memilki kedudukan yang paling tinggi di lingkungan keluarga. Kutipan pertama menjelaskan bahwa adanya hukuman bagi seorang istri yang meminta cerai terhadap suaminya , sehingga dalam keadaan apapun seorang istri dilarang meminta cerai. Kutipan kedua menjelaskan bahwa seorang istri tidak boleh mengeraskan suaranya dihadapan suaminya, padahal sebenarnya hal itu merupakan budaya patriarki tentang kedudukan laki-laki didalam keluarga dan hal itu yang menyebabkan laki-laki semakin berkuasa dan selalu menindas perempuan.
d. Adanya Perbedaan Hak-Hak Laki-Laki dan Perempuan Dalam Keluarga
Selain ketiga alasan diatas ada sebuah alasan juga yang menyebabkan adanya penindasan terhadap perempuan yaitu adanya perbedaan hak laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut.
.. Andaikata kedua hidung suami mengalir darah atau nanah, lalu sang istri menjilati dengan lidahnya, ia belum memenuhi ha suaminya. Kalau manusia boleh bersujud kepada manusia, niscaya aku perintahkan perempuan itu untuk bersujud kepada suaminya. ( hal 77)
.. Karena sepanjang sitirannya terhadap hadis tentang perempuan itu begitu banyak dan tidak menyebut satupun hak istri terhadap suami..( hal 80)
Kedua kutipan tersebut menjelaskan bahwa suami memilki hak sepenuhnya terhadap istrinya namun sebaliknya seorang istri tidak memiliki hak sepenuhnya atas suaminya.

ANALISIS NOVEL JANTERA BIANGLALA


A.    Novel Jantera Bianglala Karya Ahmad Tohari

Novel Jantera Bianglala merupakan sebuah gagasan dari Ahmad Tohari yang menggambarkan kehidupan dan kegiatan sehari-hari perjalanan hidup seorang Ronggeng di Dukuh Paruk. Perjalanan hidup dan perjuangan seorang Ronggeng yang sangat berliku. Novel ini di ceritakan dengan jelas sehingga seperti keadaan nyata yang sebenarnya.
Tempat dimana Ahmad Tohari tinggal, masyarakatnya pada umumnya adalah seorang petani yang taat pada ajaran islam yang ada. Bisa dibilang keadaan masyarakatnya santun, walaupun pada kenyataannya masih banyak juga terpengaruh oleh ajaran agama lainnya. Ajaran agama lain masih sangat membekas dalam benak masyarakat dimana Ahmad Tohari tinggal. Keadaan masyarakat yang demikian tercermin dalam novel Jantera Bianglala.
Latar belakang kehidupan Ahmad Tohari mempengaruhi proses penciptaan novel Jantera Bianglala. Dalam novel ini ada bagian cerita yg menyangkut dirinya dan keluarganya melalui pengalaman-pengalaman semasa kecil hingga dewasa.
Pandangan dunia Ahmad Tohari berhubungan erat dengan struktur novel Jantera Bianglala. Pandangan hidupnya yang tidak menyerah begitu saja pada nasib sebelum ia berusaha tercermin pada novel ini melalui tokoh Rasus.
Rasus yg pada awalnya percaya pada nasib pedukuhannya, akhirnya dia sadar dan berusaha mengubah Dukuh Paruk yang dalam keadaan memprihatinkan masih percaya pada hal-hal yang mistik dan belum ada norma yang mengatur, kemudian dia mengubah pedukuhan  menjadi keadaan yang sesuai dengan norma agama Islam.








B.     Analisis Novel Jantera Bianglala dari strukturnya

Tema dari novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari yaitu tentang liku-liku kehidupan ronggeng Dukuh Paruk yang  bersumberkan pada kehidupan masyarakat sekitar pengarang. Cerita dalam novel Jantera Bianglala yg diceritakan secara runtut merupakan suatu cerita nyata yg dialami oleh masyarakat sekitar pengarang.
          Gaya bahasa dalam novel Jantera Bianglala yaitu banyak perpaduan atau campuran. Pengarang banyak menggunakan bahasa Jawa ditengah- tengah bahasa Indonesia. Ini sesuai kenyataan kehidupan sehari-hari pengarang maupun msyarakat Jawa umumnya.
            Latar waktu, social, maupun tempat dalam novel Jantera Bianglala adalah kehidupan dan kebudayaan Jawa sesuai kebudayaan pengarang.
Sudut pandang yg digunakan pengarang dalam novel Jantera Bianglala adalah sudut pandang diaan serba tahu karena sesuai dengan posisi pengarang yang berada di lingkungan budaya ronggeng, sehingga pengarang mengetahui seluk-beluknya. Ahmad Tohari bisa memandangnya dari luar peristiwa dan dia juga bisa terlibat di dalamnya.
Tokoh Srintil dan Rasus adalah tokoh protagonist. Keduanya sama-sama membawa amanat pengarang. Tokoh Srintil sebagai perwujudan budaya yang menjadi sumber masalah oleh pengarang, sedangkan tokoh Rasus merupakan perwujudan pengarang. Pengarang ingin budaya Ronggeng tetap ada dan selalu berkembang, namun semua itu harus disesuaikan dengan norma islam yang ada dan tidak boleh keluar dari ajaran islam.
Amanat dalam novel Jantera Bianglala yaitu manusia hendaknya selalu mawas diri dan teguh, karena kehidupan yang ada pada manusia itu selalu menutur ke arah perubahan yang baik.