Rabu, 20 Oktober 2010

ANALISIS TEORI FEMINISME MARXIS DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAL EL KHALIEQY

KAJIAN TEORI

A. Kajian Feminisme Marxis
Teori feminisme marxis berfokus pada penindasan perempuan karena perbedaan jenis kelamin. Konsep-konsep teoretis utama yang di eksploitasi disini antara lain kapitalis dan partiarki, dalam hal hubungan antara kelas dan penindasan gender, pembagian kerja seksual. Kapitalisme dipandang sebagai penindasan seksual dan partiarki dipandang sebagai penindasan atau kekerasan terhadap kaum perempuan. Jadi gender adalah dpenyebab yang lebih mendalam dan dasar dari penindasan.
Kaum feminis Marxis menolak anggapan teori kaum sosialis yang bberanggapan mereka tidak setuju bahwa penindasan terhadap perempuan karena adanya perbedaan jenis kelamin. Michele Barrett berpendapat bahwa permasalahan dalam kaum feminisme marxis adalah penindasan atau kekerasan terhadap perempuan. Dan Barrett lebih lanjut mengakui bahwa gender yang menyebabkan diskriminasi sexsual.
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaan pribadi. Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran.
Laki-laki mengontrol produksi ntuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Kaum feminism marxis menganggap bahwa Negara bersifat kapitalis. Yakni menganggap bahwa Negara bukan hanya sekedar instuisi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum feminism marxis berpendapat bahwa Negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan namun disisi lain, Negara kapitalisme yang menginginkan system perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.
Aliran kelompok ini menolak keyakinan kaum feminisme radikal yang menyatakan biologi sebagai dasar perbedan gender. Bagi penganut feminisme Marxis penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari system eksploitatif yang bersifat structural.




















PEMBAHASAN

A. SINOPSIS
Ini adalah sebuah kisah pengorbanan seorang perempuan, Seorang anak kyai Salafiah sekaligus seorang ibu dan isteri. Annisa seorang perempuan dengan pendirian kuat. Cantik dan cerdas. Annisa hidup dalam lingkungan keluarga kyai dipesantren Salafiah putri Al Huda Jombang, Jawa Timur. Pesantren Salafiah putri Al Huda adalah pesantren kolot dan kaku. Baginya ilmu sejati dan benar hanyalah Qur’an, Hadist dan Sunnah. Ilmu lain yang diperoleh dari buku-buku apalagi buku modern dianggap menyimpang. Karena itu para santri, termasuk Annisa, dilarang membaca buku-buku tersebut. Dalam pesantren Salafiah putri Al Huda diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan muslim. Seorang muslimah yang baik menurut Islam adalah, tidak diperbolehkan membantah suami; Haram meminta cerai suami; selalu ikhlas menerima kekurangan dan kelebihan suami, termasuk jika suami berkehendak melakukan poligami; Tidak boleh berkata lebih keras dari suaminya, sekalipun dalam menyatakan
ketidaksetujuan; Tidak boleh mengulur-ulur waktu bahkan menolak ketika
suami mengajak berjimak; Ikhlas menerima pembagian waris sekalipun
hanya ¼ bagian. (lebih kecil daripada bagian laki-laki).
Pelajaran itu membuat Annisa beranggapan bahwa Islam sangat membela laki-laki. Islam meletakkan perempuan sangat lemah dan tidak seimbang. Sejak kecil Annisa selalu mendapatkan perlakuan tidak adil dari Kyai. Duaorang kakaknya boleh belajar berkuda, sementara Annisa tidak boleh hanya karena dirinya perempuan. Lagi-lagi protes Annisa hanya dianggap sambil lalu. Annisa selalu merasa dirinya berada dalam situasi yang salah. Hanya Khudori , paman dari pihak Ibu, yang selalu menemani Annisa menghiburnya sekaligus menyajikan ‘dunia’ yang lain bagi Annisa. Khudori selalu menjadi tambatan, curahan perasaan Annisa ketika dirinya diperlakukan tidak adil oleh keluarganya.Diam-diam Annisa menaruh hati kepada Khudori. Tapi cinta itu tidak terbalas karena Khudori menyadari dirinya masih ada hubungan dekat dengan keluarga Kyai Hanan,sekalipun bukan sedarah.Khudori juga menyadari selisih umur yang terpaut jauh dengan Annisa. Hal itu membuat Khudori selalu membunuh cintanya demi menjaga stabilitas pesantren. Sampai akhirnya Khudori melanjutkan sekolah ke Kairo. Khudori selalu menekankan ke Annisa untuk belajar. Kalau perlu sampai keluar negeri. Khudori yang membawa pemikir Annisa kearah keterbukaan wawasan, hingga secara diam-diam Annisa mencoba mendaftarkan kuliah ke Jogja dan keterima. Tapi kenyataan berkata lain. Kyai Hanan tidak mengijinkan Annisa melanjutkan kuliah ke Jogja, dengan alas an bisa menimbulkan fitnah, ketika seorang perempuan belum menikah berada sendirian jauh dari orangtua. Annisa merengek dan protes dengan alasan ayahnya. Akhirnya Annisa malah dinikahkan dengan Samsudin, seorang anak Kyai dari pesantren Salaf terbesar di Jombang. Pernikahan itu dimaksudnya juga sebagai pernikahan dua pesantren Salafiah yang dimana nantinya akan menjadi pesantren besar. Sekalipun hati Annisa berontak, tapi pernikahan itu dilangsungkan juga demi kelangsungan keluarga dan pesantren Al Huda.
Pernikahan Annisa tidak bahagia karena ia menggalami KDRT dan tidak merasakan kenyamanan hidup bersama Syamsudin. Karena sudah tidak kuat menanggung beban hidup, akhirnya annisa menceritakan hal itu kepada ibunya dan akhirnya mereka bercerai.
Singkat cerita Khodori pulang dari Kairo kemudian melamar Annisa. Merekapun menikah. Tahun-tahun pertama penikahannya fitnah kerap menghantap pernikahan mereka yang mengatakan bahwa Annisa mandul, namun semua terbantahkan dengan kelahiran Mahbub. Namun cerita bahagia itu hilang seketika, tatkala Annisa mendapati khodori meninggal dunia. Memang ia sangat terpukul, namun Annisa tetap menjalankan hidupnya demi Mahbub.

B. PEMBAHASAN
Dalam teori marxis dijelaskan bahwa penindasan perempuan karena perbedaan jenis kelamin. Novel ini menjelaskan berbagai penolakan berbagai penindasan terhadap perempuan. Ide kesetaraan gender digagas sebagai sumber kebebasan dari penindasan terhadap perempuan.
Dalam novel Perempuan Berkalung Sorban terdapat banyak kasus pelecehan seksual dalam rumah tangga. Tergambar dalam kehidupan rumah tangga Annisa dengan syamsudin. Pernikahan yang Annisa lakukan karena terpaksa itu membawa dampak dalam rumah tangganya. Karena Annisa tidak mencintai Syamsudin, annisa pun tidak pernah mau bila diminta syamsudin untuk melayaninya berhubungan intim. syamsuddin yang memiliki sifat keras pun selalu memaksa Annisa untuk melakukannya. Annisa selalu merasa sakit setiap kali melakukan hubungan intim dengan Syamsudin. Dan annisa juga merasa dilecehkan ketika syamsudin memerkosanya di tempat-tempat tidak wajar sepeti sofa, ruang tamu, dapur dll. Semua itu terlihat jelas bahwa dalam hubungan rumah tangga masih juga banyak kekerasan seksual yang dilakukan suami terhadap istri.
Didalam novel ini dijelaskan pula bahwa kedudukan suami itu selalu diatas perempuan dalam hal apapun. Termasuk dalam hal seksual. Di novel ini jelas tertulis bahwa seorang suami berhak meminta istrinya melayaninya untuk berhubungan suami istri dan istri harus mau melayaninya walaupun istri dalam kondisi tidak fit, sedangkan istri tidak boleh meminta dahulu, istri harus senantiasa menunggu suami meminta dahulu. Dari kutipan diatas jelas sekali terlihat suatu penindasan seksual. Dari kutipan yang mengatakan “ suami berhak meminta istrinya berhubungan intim walaupun istrinya dalam keadaan tidak fit” jelas sekali bahwa penindasan seksual ada dalam rumah tangga. Seperti halnya dalam kehidupan rumah tangga Annisa. Yang selalu di paksa setiap kali berhubungan intim, itu karena perempuan tidak mempunyai hak yang sama dengan laki-laki yaitu bisa menolak atau meminta.
Adapun penindasan terhadap perempaun dalam bentuk lainnya dari seksual antara lain:
a. Adanya Diskriminasi Terhadap Perempuan
Bentuk penindasan perempuan yang ada dalam novel Perempuan Berkalung Sorban antara lain adalah adanya diskriminasi terhadap perempuan. Itu tergambar dari perempuan tidak pantas belajar naik kuda. Karena naik kuda hanya pantas dilakukan oleh laki-laki. Hal ini tergambar dari kutipan
“ Siapa yang mau belajar naik kuda? Kau, bocak Wedhok?
Iya. Memang kenapa, pak? Tidak boleh? Kak Rizal juga belajar naik kuda……( hal 7)
… Paham, paham! Kenapa diam! Kenapa tak kau ceritakan kehebatanmu naik kuda telah menyaingi Tjut Njak Dhien!..( hal 33)
Kedua kutipan diatas melukiskan bahwa naik kuda hanya pantas di lakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan tidak pantas naik kuda, sehingga hal tersebut menunjukkan diskriminasi kaum perempuan. Annisa juga menolak adanya diskriminasi kaum perempuan dalam bidang pekerjaan. Hal ini tertuang dalam kutipan
..Pak guru bilang kewajiban seorang perempuan itu banyak sekali, ada mencuci, memasak, menyetrika,mengepel, menyapu, menyuapi, menyusui, memandikan dan banyak lag. Tidak seperti laki-laki,bu, kewajibannya Cuma satu yaitu ke kantor..( hal 14)
Kutipan diatas menjelaskan bahwa kewajiban seorang perempuan adalah mengurus semua pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak, sedangkan pekerjaan itu banyak sekali dan sangat menyita waktu. Berbeda dengan kaum laki-laki hanya satu pekerjaannya yaitu bekerja. Hal ini menunjukkan ketidakadilan bagi kaum perempuan.
b. Adanya Perbedaan Kedudukan Antara Perempuan dan Laki-laki
Penyebab lain adanya penindasan terhadap perempuan yang ada dalam novel ini adalah adanya perbedaan kedudukan perempuan dan laki-laki. Disini kalangan masyarakat luas pada umumnya memandang bahwa perempuan pada umumnya adalah makhluk yang dikesampingkan keberadaannya karena perempuan dianggap memiliki pemikiran lemah.
… Menurutku, mungkin citra yang beredar di kalangan masyarakat luas bahwa perempuan itu makhluk nomer dua, banyak masalah dan menyulitkan, kurang produkti dan tidak mandiri.. ( hal 236)
..Jika ada perempuan yang mandiri dan penuh inisiatif malah ditakuti para laki-laki dan dianggap maskulin. Ini kan cara berpikir yang bias gender dan tidak sebagaimana apa yang dikehendaki oleh sang penciptanya sendiri..( hal 237)
Kutipan diatas menjelaskan bahwa adanya bias gender. Perempuan selalu dianggap makhluk kelas dua, manusia lemah dan tidak mampu mengambil keputusan, tidak mandiri dan menyulitkan. Jika ada perempuan yang mandiri dan mempunyai inisiatif maka akan ditakut-takuti oleh laki-laki dan akan dianggap maskulin.
c. Adanya Perbedaan Kedudukan Dalam Rumah Tangga
Alasan berikutnya yang membuat adanya penindasan terhadap perempuan adalah adanya perbedaan kedudukan dalam rumah tangga. Perbedaan itu misalnya adalah seorang istri tdak boleh meminta cerai terhadap suaminya dalam keadaan bagaimanapun dan apapun dan yang berhak atas semua itu adalah suami. Seorang istri juga tidak boleh menggeraskan suara terhadap suaminya meskipun suaminya bertindak sewenang-wenang. Hal ini terlukis dlam kutipan berikut,.
..apabila seorang perempuan berkata pada suaminya. Ceraikan aku! Maka ia akan datang pada hari kiamat nanti dengan muka tidak berdaging...( hal 76)
Perempuan yang mengeraskan suara terhadap suaminya tanpa seizinnya, ia memikul dosa seperti dosa tujuhpuluh ribu pencuri( hal 78)
Kedua kutipan diatas menjelaskan bahwa suami memilki kedudukan yang paling tinggi di lingkungan keluarga. Kutipan pertama menjelaskan bahwa adanya hukuman bagi seorang istri yang meminta cerai terhadap suaminya , sehingga dalam keadaan apapun seorang istri dilarang meminta cerai. Kutipan kedua menjelaskan bahwa seorang istri tidak boleh mengeraskan suaranya dihadapan suaminya, padahal sebenarnya hal itu merupakan budaya patriarki tentang kedudukan laki-laki didalam keluarga dan hal itu yang menyebabkan laki-laki semakin berkuasa dan selalu menindas perempuan.
d. Adanya Perbedaan Hak-Hak Laki-Laki dan Perempuan Dalam Keluarga
Selain ketiga alasan diatas ada sebuah alasan juga yang menyebabkan adanya penindasan terhadap perempuan yaitu adanya perbedaan hak laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut.
.. Andaikata kedua hidung suami mengalir darah atau nanah, lalu sang istri menjilati dengan lidahnya, ia belum memenuhi ha suaminya. Kalau manusia boleh bersujud kepada manusia, niscaya aku perintahkan perempuan itu untuk bersujud kepada suaminya. ( hal 77)
.. Karena sepanjang sitirannya terhadap hadis tentang perempuan itu begitu banyak dan tidak menyebut satupun hak istri terhadap suami..( hal 80)
Kedua kutipan tersebut menjelaskan bahwa suami memilki hak sepenuhnya terhadap istrinya namun sebaliknya seorang istri tidak memiliki hak sepenuhnya atas suaminya.

2 komentar:

  1. Kak, aku mau bicara ma kakak mengenai analisis ini. Boleh gak minta pin bb nya atau line

    BalasHapus
  2. Kak, aku mau bicara ma kakak mengenai analisis ini. Boleh gak minta pin bb nya atau line

    BalasHapus